Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Utsman
bin Amir bin Amru bin Ka`ab bin Sa`ad bin Taim bin Murrah bin Ka`ab bin Lu`ai
bin Ghalib bin Fihr al-Qurasy at-Taimi – radhiyallahu`anhu. Bertemu nasabnya
dengan Nabi pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Abu Bakar Ash-Shiddiq
adalah shahabat Rasulullah saw. – shalallahu`alaihi was salam – yang telah
menemani Rasulullah saw. sejak awal diutusnya beliau sebagai Rasul, beliau
termasuk orang yang awal masuk Islam. Abu Bakar Ash-Shiddiq memiliki julukan
“ash-Shiddiq” dan “Atiq”.
Ada yang berkata bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq dijuluki “ash-Shiddiq” karena ketika terjadi
peristiwa isra` mi`raj, orang-orang mendustakan kejadian tersebut, sedangkan Abu
Bakar Ash-Shiddiq langsung membenarkan. Allah telah mempersaksikan persahabatan
Rasulullah saw. dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam Al-Qur`an, yaitu dalam
firman-Nya,
“…sedang dia salah seorang dari dua orang
ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada sahabatnya:
`Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita’.” (QS at-Taubah, 40)
Aisyah, Abu Sa’id dan Ibnu Abbas dalam menafsirkan
ayat ini mengatakan: “Abu Bakar Ash-Shiddiq-lah yang mengiringi Nabi dalam
gua tersebut.” Allah juga berfirman, “Dan orang yang membawa
kebenaran dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
(az-Zumar, 33)
Al-Imam adz-Dzahabi setelah membawakan ayat
ini dalam kitabnya al-Kabaa`ir, beliau meriwayatkan bahwa Ja`far Shadiq berujar:
“Tidak ada perselisihan lagi bahwa orang yang datang dengan membawa kebenaran
adalah Rasulullah saw., sedangkan yang membenarkannya adalah Abu Bakar
Ash-Shiddiq. Masih adakah keistimewaan yang melebihi keistimeaannya di
tengah-tengah para Shahabat?”
Dari Amru bin al-Ash radhiyallahu`anhu, bahwa Rasulullah saw. mengutusnya atas pasukan Dzatus Salasil, dia
berkata, “Aku lalu mendatangi beliau dan bertanya “Siapa manusia yang paling
engkau cintai?” beliau bersabda, ”Aisyah.” Aku berkata, “Dari lelaki?”
Beliau menjawab, “Ayahnya (Abu Bakar Ash-Shiddiq.)” Aku berkata, “Lalu
siapa?” Beliau menjawab: “Umar.” Lalu beliau menyebutkan beberapa
orang lelaki.” (HR.Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw. saw juga bersabda, “Sesungguhnya
Allah telah menjadikanku sebagai kekasih-Nya, sebagaimana Dia menjadikan
Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Dan kalau saja aku mengambil dari umatku sebagai
kekasih, akan aku jadikan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai kekasih.”(HR.
Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Sa`id radhiyallahu`anhu, bahwa Rasulullah
saw. duduk di mimbar, lalu bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba yang
diberi pilihan oleh Allah, antara kemewahan dunia dengan apa yang di sisi-Nya.
Maka hamba itu memilih apa yang di sisi-Nya.” Lalu Abu Bakar Ash-Shiddiq
menangis, lalu berkata, ”Ayah dan ibu kami sebagai tebusanmu.” Abu Sa`id
berkata, “Yang dimaksud hamba tersebut adalah Rasulullah saw., dan Abu Bakar
Ash-Shiddiq adalah orang yang paling tahu diantara kami.” Rasulullah saw.
kemudian bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling banyak memberikan
perlindungan kepadaku dengan harta dan persahabatannya adalah Abu Bakar
Ash-Shiddiq. Andaikan aku boleh mengambil seorang kekasih (dalam riwayat
lain ada tambahan, “selain rabb-ku”), niscaya aku akan mengambil Abu Bakar
Ash-Shiddiq sebagai kekasihku. Tetapi ini adalah persaudaraan dalam Islam.
Tidak ada di dalam masjid sebuah pintu kecuali telah ditutup, melainkan hanya
pintu Abu Bakar Ash-Shiddiq saja (yang masih terbuka).”(HR. Bukhari dan
Muslim)
Masa Kekhalifahan
Dalam riwayat al-Bukhari diriwayatkan dari
Aisyah radhiyallahu`anha, bahwa ketika Rasulullah saw. wafat, Abu Bakar
Ash-Shiddiq datang dengan menunggang kuda dari rumah beliau yang berada di
daerah Sunh. Beliau turun dari hewan tunggangannya itu kemudian masuk ke
masjid. Beliau tidak mengajak seorang pun untuk berbicara sampai akhirnya masuk
ke dalam rumah Aisyah. Abu Bakar Ash-Shiddiq menyingkap wajah Rasulullah saw.
yang ditutupi dengan kain kemudian mengecup keningnya.
Abu Bakar Ash-Shiddiq pun menangis kemudian
berkata, “Demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, Allah tidak akan menghimpun
dua kematian pada dirimu. Adapun kematian yang telah ditetapkan pada dirimu,
berarti engkau memang sudah meninggal.” Kemudian Abu Bakar Ash-Shiddiq keluar,
sementara Umar sedang berbicara di hadapan
orang-orang. Maka Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Duduklah wahai Umar!” Namun
Umar enggan untuk duduk. Maka orang-orang menghampiri Abu Bakar Ash-Shiddiq dan
meninggalkan Umar. Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Amma bad`du, barang siapa
diantara kalian ada yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah
mati. Kalau kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan
tidak akan pernah mati.
Allah telah berfirman,
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali Imran, 144)
Ibnu Abbas radhiyallahu`anhuma berkata, “Demi
Allah, seakan-akan orang-orang tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan
ayat ini sampai Abu Bakar Ash-Shiddiq membacakannya. Maka semua orang menerima
ayat Al-Qur`an itu, tak seorangpun diantara mereka yang mendengarnya melainkan
melantunkannya.”
Dari Sa`id bin Musayyab rahimahullah bahwa
Umar ketika itu berkata, “Demi Allah, sepertinya aku baru mendengar ayat itu
ketika dibaca oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, sampai-sampai aku tak kuasa
mengangkat kedua kakiku, hingga aku tertunduk ke tanah ketika aku mendengar Abu
Bakar Ash-Shiddiq membacanya. Kini aku sudah tahu bahwa Rasulullah saw. memang
sudah meninggal.”
Dalam riwayat al-Bukhari lainnya, Umar berkata,
“Maka orang-orang menabahkan hati mereka sambil tetap mengucurkan air mata.
Lalu orang-orang Anshor berkumpul di sekitar Sa`ad bin Ubadah yang berada di
Saqifah Bani Sa`idah.” Mereka berkata, “Dari kalangan kami (Anshor) ada
pemimpin, demikian pula dari kalangan kalian!”
Maka Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar dan Abu
Ubaidah bin al-Jarroh mendekati mereka. Umar mulai bicara, namun segera
dihentikan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Umar pun berkata, “Demi Allah, yang
kuinginkan sebenarnya hanyalah mengungkapkan hal yang menurutku sangat bagus.
Aku khawatir Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak menyampaikannya. Kemudian Abu Bakar
Ash-Shiddiq bicara, ternyata dia orang yang terfasih dalam ucapannya, beliau
berkata, “Kami adalah pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri.”
Habbab bin al-Mundzir menanggapi, “Tidak, demi
Allah kami tidak akan melakukannya, dari kami ada pemimpin dan dari kalian juga
ada pemimpin.” Abu Bakar Ash-Shiddiq menjawab, “Tidak, kami adalah pemimpin, sedangkan
kalian adalah para menteri. Mereka (kaum Muhajirin) adalah suku Arab yang
paling adil, yang paling mulia dan paling baik nasabnya. Maka baiatlah Umar
atau Abu Ubaidah bin al-Jarroh.”
Maka Umar menyela, “Bahkan kami akan
membai`atmu. Engkau adalah sayyid kami, orang yang terbaik diantara kami dan
paling dicintai Rasulullah saw..” Umar lalu memegang tangan Abu Bakar
Ash-Shiddiq dan membai`atnya yang kemudian diikuti oleh orang banyak. Lalu ada
seorang yang berkata, “Kalian telah membunuh (hak khalifah) Sa`ad (bin
Ubadah).” Maka Umar berkata, “Allah yang telah membunuhnya.” (Riwayat Bukhari)
Menurut ulama ahli sejarah, Abu Bakar
Ash-Shiddiq menerima jasa memerah susu kambing untuk penduduk desa. Ketika
beliau telah dibai`at menjadi khalifah, ada seorang wanita desa berkata, “Sekarang
Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak akan lagi memerahkan susu kambing kami.” Perkataan
itu didengar oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq sehingga dia berkata, “Tidak, bahkan
aku akan tetap menerima jasa memerah susu kambing kalian. Sesungguhnya aku
berharap dengan jabatan yang telah aku sandang sekarang ini sama sekali tidak
merubah kebiasaanku di masa silam.”
Dan terbukti, Abu Bakar Ash-Shiddiq tetap
memerahkan susu kambing-kambing mereka. Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq diangkat
sebagai khalifah, beliau memerintahkan Umar untuk mengurusi urusan haji kaum
muslimin. Barulah pada tahun berikutnya Abu Bakar Ash-Shiddiq menunaikan haji.
Sedangkan untuk ibadah umroh, beliau lakukan pada bulan Rajab tahun 12 H. Beliau
memasuki kota Makkah sekitar waktu dhuha dan langsung menuju rumahnya. Beliau
ditemani oleh beberapa orang pemuda yang sedang berbincang-bincang dengannya.
Lalu dikatakan kepada Abu Quhafah (Ayahnya Abu Bakar Ash-Shiddiq), “Ini putramu
(telah datang)!”
Maka Abu Quhafah berdiri dari tempatnya. Abu
Bakar Ash-Shiddiq bergegas menyuruh untanya untuk bersimpuh. Beliau turun dari
untanya ketika unta itu belum sempat bersimpuh dengan sempurna sambil berkata,
“Wahai ayahku, janganlah engkau berdiri!” Lalu Abu Bakar Ash-Shiddiq memeluk Abu
Quhafah
dan mengecup keningnya. Tentu saja Abu Quhafah menangis sebagai luapan rasa bahagia dengan kedatangan putranya tersebut.
Setelah itu datanglah beberapa tokoh kota
Makkah seperti Attab bin Usaid, Suhail bin Amru, Ikrimah bin Abi Jahal, dan
al-Harits bin Hisyam. Mereka semua mengucapkan salam kepada Abu Bakar
Ash-Shiddiq, “Assalamu`alaika wahai khalifah Rasulullah saw.!” Mereka semua
menjabat tangan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Lalu Abu Quhafah berkata, “Wahai Atiq
(julukan Abu Bakar Ash-Shiddiq), mereka itu adalah orang-orang (yang baik).
Oleh karena itu, jalinlah persahabatan yang baik dengan mereka!”
Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Wahai ayahku,
tidak ada daya dan upaya kecuali hanya dengan pertolongan Allah. Aku telah
diberi beban yang sangat berat, tentu saja aku tidak akan memiliki kekuatan
untuk menanggungnya kecuali hanya dengan pertolongan Allah.” Lalu Abu Bakar
Ash-Shiddiq berkata, “Apakah ada orang yang akan mengadukan sebuah perbuatan
dzalim?” Ternyata tidak ada seorangpun yang datang kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq
untuk melapor sebuah kedzaliman. Semua orang malah menyanjung pemimpin mereka
tersebut.
Wafatnya
Menurut para
`ulama ahli sejarah Abu Bakar Ash-Shiddiq meninggal dunia pada malam selasa,
tepatnya antara waktu maghrib dan isya pada tanggal 8 Jumadil awal 13 H. Usia
beliau ketika meninggal dunia adalah 63 tahun. Beliau berwasiat agar jenazahnya
dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di
samping makam Rasulullah saw.. Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi
dan mimbar (ar-Raudhah). Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang lahat
adalah putranya yang bernama Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar, Utsman, dan
Thalhah bin Ubaidillah.
0 komentar:
Posting Komentar